Kediri, journalaktualnews.online – Praktik jual beli jabatan perangkat desa kembali mencoreng wajah pemerintahan desa di Kabupaten Kediri. Kali ini, dugaan tersebut menyeruak dari wilayah Desa Gadungan, Kecamatan Puncu, dalam proses pengisian posisi Kepala Dusun Gadungan Barat. Berdasarkan informasi yang dihimpun, demi menduduki jabatan strategis tersebut, calon perangkat diduga kuat harus mengeluarkan uang dalam jumlah fantastis—puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Berbeda dengan praktik pungutan liar atau korupsi dalam arti konvensional, modus ini masuk dalam kategori jual beli jabatan, yang secara gamblang dilarang oleh hukum, namun sulit dibuktikan tanpa pengungkapan mendalam dari aparat penegak hukum.
Kasus ini tidak berdiri sendiri. Berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang diterima oleh Forum Peserta Ujian Penyaringan Perangkat Desa (FPUPPD) Kabupaten Kediri dari Subdit III Tindak Pidana Korupsi Ditreskrimsus Polda Jawa Timur, penyelidikan telah dilakukan terhadap sejumlah kepala desa, termasuk Purwanto, S.E., selaku Kepala Desa Gadungan.
Dalam SP2HP Nomor B/188/IV/RES.3.3./SP2HP-3/2025 yang dikirimkan pada Selasa, 22 April 2025, dijelaskan bahwa laporan polisi terhadap Purwanto (LP.A/31/IV/2024) telah ditindaklanjuti dengan pemeriksaan terhadap 14 orang saksi, pemeriksaan ahli, penyitaan barang bukti, serta koordinasi intensif dengan Jaksa Penuntut Umum.
Penyidikan terhadap dugaan kecurangan dalam pengisian perangkat desa di Kabupaten Kediri ini mencakup beberapa desa lain seperti Mangunrejo, Kalirong, Pojok, Puncu, dan Tarokan. Tiga tersangka telah ditahan oleh Polda Jatim, sebagaimana disampaikan oleh Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Dirmanto.
“Ditemukan indikasi kuat manipulasi nilai ujian serta imbalan uang untuk meloloskan peserta tertentu. Ini sistemik dan melibatkan lebih dari satu desa,” jelasnya.
Gabriel Goa, Ketua Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (KOMPAK INDONESIA) menyebut fenomena ini sebagai ancaman nyata bagi integritas pembangunan desa. "Jika kepala desa terlibat dalam jual beli jabatan, bagaimana bisa mereka mengelola dana desa dengan jujur?" ujarnya.
Walau secara eksplisit jual beli jabatan tidak disebut dalam undang-undang secara tersendiri, namun praktik ini melanggar berbagai ketentuan hukum, di antaranya:
-
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya:
-
Pasal 3, tentang penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri/orang lain yang merugikan keuangan negara.
-
Pasal 5 dan 11, terkait pemberian atau penerimaan suap oleh penyelenggara negara.
-
-
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 26 ayat (4) huruf d, menegaskan bahwa kepala desa berkewajiban menyelenggarakan prinsip tata pemerintahan yang baik dan bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme.
Jika terbukti, para pelaku dapat dijerat hukuman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda hingga miliaran rupiah.
Anggota FPUPPD, Debby D. Bagus Purnama, mengingatkan bahwa pengusutan kasus ini jangan berhenti hanya pada tokoh-tokoh kecil. "Kami khawatir aktor intelektual di balik skema ini dibiarkan lolos. Ini by design. Polda harus tegas dan transparan.”
Masyarakat juga turut menyuarakan kekhawatiran. Di berbagai media sosial dan forum publik, banyak warganet meminta agar pengangkatan perangkat desa hasil jual beli jabatan dibatalkan. “Kalau dasarnya uang, bagaimana mereka akan bekerja untuk masyarakat?” tulis salah satu warga.
Kasus dugaan jual beli jabatan di Desa Gadungan dan sejumlah wilayah lain di Kabupaten Kediri bukan hanya mencederai nilai demokrasi desa, namun juga merusak kepercayaan publik terhadap tata kelola pemerintahan yang bersih. Penegakan hukum yang adil, menyeluruh, dan transparan menjadi satu-satunya jalan untuk memulihkan integritas dan harapan masyarakat terhadap aparat desa.
Hingga berita ini diterbitkan, penyidik masih terus menggali keterangan saksi-saksi tambahan dan menunggu hasil laboratorium digital forensik dari ITS Surabaya sebelum menetapkan tersangka lanjutan.

Posting Komentar